Fiktif, Dijamu Minum Teh Javana oleh Kepala Polisi Diraja Malaysia

¤
"BlamM...!" Sebingkai pintu besi tebal terbanting menutup.
¤
Yakin langkah kaki para penculik telah menjauhi tempatnya terduduk selepas suara pintu besi berdebam, kedua tangan Aristotandyo yang memang dibiarkan bebas segera melucuti kain ikat kepala hitam yang mengunci rapat kedua pelupuk matanya. Aristotandyo merasa dirinya telah diperlakukan semena-mena. Diculik, dibekap dan dibawa ke suatu tempat asing antah berantah dengan mata tertutup oleh sekawanan polisi Densus EitiEit. Setelah beberapa kali kerjapan mata, Aristotandyo mulai bisa mengamati keadaan sekelilingnya. "Bohlamnya kecil betul cuma 5 watt! Ah gila, rupanya aku dikurung dalam sel isolasi cuma seluas 2 kali 3 meter lengkap dengan kakus jorok dan secuil ventilasi di atas pintu besi!"
¤
"Sebenarnya kenapa sih, aku ini?" Aristotandyo bertanya dalam hati. Dirunutnya kembali kronologi beberapa peristiwa. Mulai dari kisaran 6 jam yang lalu sebelum, ia dijebloskan ke dalam sel gelap pengap nan semerbak berbau tak sedap dengan mata tertutup.
¤
21 November, Fox Senayan bilangan Sudirman, jam 10 pagi hari tadi, Aristotandyo menjamu tamu yang kebanyakan adalah awak media. Ucapan selamat datang meluncur berkali-kali dari bibirnya kepada setiap tetamu yang datang. Ialah menjadi penanggung jawab utama acara, "Mana Indonesiamu" yang telah berlangsung kesekian kalinya sebagai persembahan untuk seluruh penggemar dari teh citarasa Indonesia asli, Teh Javana. Minuman teh aroma melati dalam kemasan botol plastik praktis seharga Rp. 3000,-. Bagi banyak kalangan peminum teh, Teh Javana adalah teh yang nikmat rasanya dan yang pas manisnya. Racikan Teh Javana merupakan warisan budaya adi luhung leluhur Indonesia yang alami sebentuk sajian kehormatan para raja-raja nusantara tempo doeloe. Itulah sebabnya, Aristotandyo begitu gigih tak kenal lelah dalam membangun kebesaran Teh Javana, yang berarti turut membangun kebesaran negeri yang dicintainya, Indonesia.
¤

Jam 11 pagi. Aristotandyo, tuan rumah merangkap nara sumber dengan penuh senyum mulai menjelaskan rangkaian kegiatan "Mana Indonesiamu" kepada puluhan awak media ibukota dan komunitas penikmat teh Indonesia yang berjubel memadati acara. Pukul setengah dua belas, banyak pertanyaan dari para jurnalis yang penasaran ingin mengorek lebih jauh tentang segala hal-hal positif yang berhasil diusung oleh kegiatan "Mana Indonesiamu." Semua dijawab Aristotandyo dengan lugas, jelas, detil dalam suasana akrab. Sampai disini, Aristotandyo yakin tak ada yang mis!
¤
Jam 12 lewat 15. Usai tanya jawab, Aristotandyo memberi hadiah beberapa pihak yang dinilai turut berjasa dan berhasil mengemban misi "Mana Indonesiamu." Rasanya wajar saja bila, penghargaan uang tunai maupun gadget bernilai total puluhan juta rupiah dibagikan kepada mereka yang betul-betul serius mengangkat potensi alam maupun potensi manusia Indonesia ke permukaan. Kebahagiaan memancar dari orang-orang yang berhasil menggondol hadiah. Sampai dengan titik ini, Aristotandyo juga yakin tak ada masalah dengan pihak manapun.
¤
12 lewat 30, Aristotandyo mengajak para tetamu "Mana Indonesiamu" santap siang. Aneka hidangan ala bumi nusantara, Eropa maupun Oriental disajikan oleh koki-koki putera Indonesia dengan apik dan merangsang selera. Berbincang akrab saat dikerubuti media di tengah jamuan, ia ingat sempat melontarkan motto, "Minum Teh Javana makan ikan asin dipenjarapun jadi nikmat!" Pada titik inipun, ia haqul yaqin, tidak ada satu pihakpun yang dirugikan.
¤
Setengah 2 siang. Dengan berkali-kali mengucapkan terima kasih, Aristotandyo membekali goddie bag kepergian tiap tamunya yang sebenarnya sudah sangat puas dengan segala apa yang telah disuguhkan oleh organiser "Mana Indonesiamu." Tentu saja, selain cendera mata bernilai ratusan ribu rupiah, didalam tiap goddie bag juga terdapat sebotol Teh Javana yang nikmat tiada dua sebagai oleh-oleh persembahan dari Wings Food.
¤

2 kurang 15, Andi seorang Teh Javana InternalOfficeBoy yang dikirim oleh kantor untuk turut membantu kelancaran acara melaporkan, "Semua tamu undangan sudah pulang semua, pak. Tapi,..."  Menggantung kalimat, Andi menujulurkan beberapa botol Teh Javana yang telah dibungkusnya dengan kresek hitam besar, "Masih ada tersisa 8 botol Teh Javana. Mau diapakan, ya pak?"

"Taruh di atas meja paling pojok sana, saja. Biarlah, buat minum OB gedung. Sehabis kita pulang, mereka tentu akan lelah karena harus prepair lagi ruangan yang habis kita sewa ini," tukas Aristotandyo sambil memasukan sepucuk kartu ucapan selamat tahun baru 2016 ke dalam kresek hitam yang dijinjing Andi.

Mengikat kedua sisi jinjing kresek hitam, Andi beranjak menuju meja yang berada paling sudut untuk menaruh kresek yang dibawanya, sebagaimana kemauan Aristotandyo.

Pada point ini, ingatan Aristotandyo juga tak menemukan sedikitpun keganjilan.
¤
Jam 2 siang. "Tidak usah kencang-kencang, pak Maman! Pesawat saya berangkat jam setengah empat, masih keburu, kok." Tukas Aristotandyo pada sopirnya dari jok belakang mobil sedan hitamnya yang nyaman saat meluncur meninggalkan Fox Senayan menuju airport.  

"Baik, pak." jawab Maman singkat.

2 lewat 45 tol seputaran Grogol, sebuah mobil Baracuda melaju kencang dengan bunyi sirene meraung-raung memecahkan gendang telinga.

Maman agak menepikan mobil yang dikendarainya. Memberi kesempatan si Baracuda melesat di tengah keramaian tol menuju bandara.

Mengerutkan dahi kembali, Aristotandyo geleng kepala dalam selnya yang sempit. Tak ditemukannya juga sesuatu hal apapun yang menyebabkannya pantas untuk diisolasi sedemikian rupa.
¤
3 lewat 10. Aristotandyo melangkah memasuki pintu geser otomatis bersama koper abu-abu beroda sepasang yang diseretnya. Sebagai mantan petinggi salah satu maskapai penerbangan terbesar di republik ini, dan petinggi Wings Corp yang kerap bolak-balik terbang, ia hapal betul titik komanya segala sirkulasi kesibukan sebuah bandara. Belum sempat kakinya sampai di City Check ini, seorang petugas bandara menghampiri dan menegurnya ramah, "Pak Aristotandyo bagaimana kabar, bapak?"

"Eh, tentu saja Baik, mas! Wah, mas Nadim makin gagah nih, sudah lama ya, kita ndak ketemu?"

"Iya, terima kasih pak. Wuah luar biasa, bapak masih kenal saya. Mau kemana, pak?"

"Ini, saya harus menghadiri seminar internasional tentang teh di Kuala Lumpur nanti jam setengah 8 malam. Saya mewakili Teh Javana yang terpilih sebagai salah satu teh kemasan paling nikmat di dunia karena rasanya yang khas, mas Nadim"

"O bagus sekali, pak! Tapi..., maaf, pak. Ada yang ingin bertemu bapak di ruang AOC. Silahkan ikut saya, pak."

"Tapi..."

"Tidak lama, pak. Hanya pemeriksaan rutin," tukas Nadim dengan isyarat memaksa.
¤
Aristotandyo tak punya pilihan. Diikutinya langkah kaki Nadim.

Sesampainya di ruang tamu AOC dilihatnya ada 4 orang anak muda berseragam angker dari Densus EitiEit tengah duduk menunggu.

Seorang EitiEit yang sepertinya paling senior bangkit berdiri dan bertanya, "Pak Aristotandyo?"

Masih bingung, Aristotandyo hanya menganggukan kepala.
¤
Semenit sejak anggukan itu, ia sudah berada dalam mobil Baracuda bersama 6 anggota EitiEit. Rupanya, selain 4 orang yang menunggunya di AOC, ada 2 orang EitiEit lain yang menunggui mobil Baracuda. 2 menit kemudian matanya ditutup dan 2 jam kemudian, ia sudah berada di sel kecil berpintu besi besar dengan sejengkal ventilasi. Bukan di sebuah hotel mewah di Kuala Lumpur sebagaimana rencananya jauh-jauh hari.
¤
Mendaki jam 6 sore. Aristotandyo berada di puncak frustasi. Semua Gadgetnya disita. Ia betul-betul terisolasi tanpa sesuap makanan dan setetes air minum juga, tanpa tahu sedikitpun apa sebenarnya kesalahannya.
¤
Jarum jam berputar terbalik di sisi lain, mundur ke angka 2 lewat 10.

"Maaf, pak Kevin. Sepertinya ada bom di atas meja paling sudut di ruangan yang baru saja di sewa oleh 'Mana Indonesiamu', pak..," seorang berpakaian seragam OB Fox Senayan melapor kepada atasannya.

"Apa, Bom, katamu Her!?" Kevin balik bertanya, kaget setengah mati.

"Iya, pak. Kresek hitam itu mencurigakan. Terlalu sudut, kelihatannya memang sengaja disembunyikan. Tinggal menunggu saat yang tepat untuk diledakan, seperti di beberapa mall kemarin yang pernah masuk koran. Ih, ngeri pak. Enggak usah diperiksa, pak! Takutnya pas kita lagi dekati, meledak! Mending langsung telepon saja ke Polda, pak," tukas Heri sambil bergidik.

Menganggukan kepala Kevin sigap memencet beberapa nomor dari Gadgetnya. "... iya betul, pak. Ini, Kevin, manager gedung...blaa..blaa.."
¤
2 lewat 25. Sepasukan Gegana menyerbu masuk Fox Senayan dengan diiringi bunyi sirene yang memekakkan gendang telinga..

Setengah 3 sore, melihat Gegana berdatangan, pengunjung Fox Plasa dengan raut ingin cari-cari tahu berhamburan ke luar gedung tanpa perlu lagi dikomando untuk evakuasi.

Setengah 3 sore waktu yang sama. Mobil Baracuda keluar dari Polres di bilangan Slipi, berputar langsung masuk tol menuju bandara.
¤
3 kurang 25. Gagang telephone di ruang AOC airport Sukarno Hatta diangkat setelah sebelumnya sempat berdering-dering lantang.

"Baik, pak. Langsung disambungkan, pak. Data tiap penumpang dan penerbangannya ada di sana, pak. Operator kami tinggal klik, nama penumpang yang bapak maksud akan keluar, pak. Ya... ya... Terima kasih, pak. Siap, siap, pak, siap,!" gagang telephone kembali ketempatnya semula, bertengger malas-malasan.

Bersamaan waktu, 3 kurang 25. Seorang anggota Gegana keluar dari lobby depan Fox Senayan sembari membawa kresek hitam. Di belakangnya sepasukan lain mengawal sambil tertawa-tawa. "Cocok di minum Kapolda..." celoteh riang sepasukan Gegana itu.
¤
Jam 3 tepat. 4 orang anggota Densus EitiEit mengetuk ruang AOC bandara.

Ditempat lain pada waktu yang sama tepat jam 3 sore, seorang berpakaian polisi lengkap dengan 2 bintang emas bergaris tepi merah di pundak, sendirian sedang tercenung menatap kresek hitam diatas meja kerja yang ada balok prisma kayu bertuliskan Kapolda. Kresek hitam itu baru saja diantarkan oleh bawahannya.
¤
¤
Usai maghrib, pintu besi sel Aristotandyo terbuka.

Tidak lagi berseragam Eitieit yang angker, tapi seragam yang dikenakan 2 anggota polisi yang datang kali ini lebih berwibawa, dari Internal Affairs.

"Pak Aristotandyo, silahkan ikut kami..," ujar salah satu diantara keduanya.

Bangkit dari duduknya, Aristotandyo mengekor langkah ke 2nya. Hatinya sedikit lega, keluar dari sel yang full bau itu. Menyusuri selasaran, ketiganya berhenti di pintu yang diatasnya ada kayu menonjol bertuliskan Kapolda.
¤
Dalam semenit, Aristotandyo sudah duduk di depan meja kerja yang diatasnya ada kresek hitam. Leher beberapa botol Teh Javana tersembul keluar dari kresek.

Sementara, empunya ruang sedang memasukan sejadah ke dalam filing cabinet biru telur asin, tampaknya baru usai shalat Maghrib.

"Ada apa ini? Masak iya Kapolda ngajak minum Teh Javana sehabis magribhan,?" tanya Aristotandyo dalam hati.

"Pak Aristotandyo,?" tegur empunya ruang sembari menghempaskan punggungnya pada senderan tinggi kursi kerjanya yang empuk dan dapat berputar 1080 derajat.

"Ya saya, pak..."

"Pendi, Kapolda," tukas empunya ruang seraya mengangsurkan tangan mengajak bersalaman.

"Iya pak Pendi, saya tahu bapak..," sambut Aristotandyo menyambut bersalaman.
¤
"Pak Aristotandyo tahu mengapa bapak ada disini?"

"Ndak tahu, pak..," tukas Artistotandyo seraya menggelengkan kepala.

"Anda terduga teroris..."

"Hah!!?

"Bukankan tadi siang anda menyewa sebuah ruangan di Fox Senayan, Sudirman?"

"Betul, pak. Tapi itu adalah acara..."

"Anda meninggalkan sebuah bingkisan kresek hitam di atas meja, agak pojok?"

"O..itu, bukan saya, pak. Itu Andi, OB kantor saya, pak..."

"Ada kartu ucapan selamat tahun baru didalamnya atas nama anda, pak Aristotandyo. Dan seperti yang anda lihat, bingkisan kresek hitam itu sekarang ada diatas meja saya!"

"Betul, pak..," sahut Aristotandyo seraya kedua biji matanya melompat keluar mengamati sekeliling kresek hitam.

"Kresek hitam ini telah dilaporkan oleh managemen Fox Senayan berisi bom!"

"Hah!"

"Persis seperti reaksi anda, saya juga kaget sekali ketika tahu benda yang diduga bom ternyata hanyalah 8 botol Teh Javana..," sahut Pendi datar sembari sekilas melihat arloji yang melingkari lengan kirinya. "Sudah saatnya anda dilepaskan kembali, pak Aristotandyo!" Menghela napas sejenak Pendi menambahkan, "Sengaja anda ditahan disini beberapa saat walau, sebenarnya kami bisa saja membiarkan anda terbang tadi tapi..., biarlah kejadian ini sebagai latihan dadakan yang membuktikan kesigapan anak buah saya dalam mengamankan masyarakat. Setidaknya, kesigapan anak buah saya juga membuktikan kalau mereka ternyata cukup layak menyambut tantangan "Mana Indonesiamu" dari anda, pak Aristotandyo!"

Aristotandyo mengangguk bersemangat seraya berkata, "Terima kasih, pak. Terima kasih!"

"Tapi sebelum anda pergi, kita minum Teh Javana dulu, ya pak. Sayangkan sudah dibawa kesini, Teh Javananya. Tambah lagi lengkap dengan ucapan selamat tahun baru dari anda, pak Aristotandyo. Nah, saya buka tutup botol Teh Javana, sementara anda dapat meneliti kembali barang-barang anda, yang tadi anak buah saya amankan," tutur Pendi sambil menyerahkan gadget, dompet dan tablet milik Aristotandyo. 
¤
Gadget kembali aktif membuka diri, tampak banyak pesan singkat yang menunggu untuk dibaca empunya.

Aristotandyo mengerutkan kening ketika, ada sebuah telephone masuk bersamaan pesan yang sejam lalu telah dikirim dari seberang telah terbaca olehnya. "Ya...? Oh, Maaf saya tidak bisa. Oh ya, saat ini saya sedang bersama Kapolda minum Teh Javana di hotel Prodeo!... Apa? O, Kepala Polisi..! Iya tadi saya dijemput di airport.., iya sama-sama. terima kasih...," Aristotandyo menutup kembali gadget dan berucap kepada Kapolda, "Itu tadi Ketua Panitia Kongres Teh Internasional dari Malaysia yang menanyakan keberadaan saya, pak. Maklumlah, seharusnya saat ini saya sedang menjadi pembicara di kongres itu, pak." Sambil tersenyum Aristotandyo melanjutkan, "Saya katakan, saat ini saya sedang bersama bapak Kapolda minum Teh Javana, tapi maaf pak, mereka tak tahu Kapolda itu maksudnya apa dan siapa. Saya jelaskan Kapolda itu ya...., Kepala Polisi..."
¤
Awal Januari 2016, sepucuk amplop besar datang dari negeri Jiran untuk Aristotandyo. Isinya hanya sepucuk koran terbitan negeri di semenanjung Malaka itu dengan Headline :
 ******************

************