¤
Cafe Bumbu Desa Cikini (Minggu, 5/6/16) Agung Sedayu, Koordinator Presidium FAA PPMI (FORUM ALUMNI AKTIVIS PERHIMPUNAN PERS MAHASISWA INDONESIA) menggelar BINCANG MEDIA bertema "Meninjau Perda Inkonstitusional Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik." Diskusi dimaksudkan mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan strategis yang efisien dan mampu memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha serta masyarakat, tanpa mengabaikan otonomi daerah. “Kita membutuhkan penyederhanaan regulasi supaya mempercepat proses pembangunan dan meningkatkan daya saing nasional guna siap merespon kebutuhan menghadapi kompetisi global,” cetus Agung Sedayu dalam sambutannya.
¤
Banyak Peraturan-peraturan daerah dirasakan bermasalah oleh berbagai pihak pemangku kepentingan. Baik, pelaku dunia usaha, masyarakat, maupun pemerintah pusat. Tak jarang, kepentingan daerah bertabrakan dengan kebijakan pemerintah pusat. Dalam hal ini, Presiden meminta agar Kemendagri secara arif menghapuskan sekitar 3.000 peraturan daerah (perda) bermasalah pada akhir Juli 2016 ini. Setidaknya, 1.000 perda yang jauh berbeda dengan kebijakan pusat direncanakan bisa dihapuskan setiap bulannya.
¤
Pertumbuhan ekonomi memerlukan kejelasan aturan untuk bisa berjalan. Kepastian dan perlindungan usaha memberikan kontribusi sehatnya kondisi ri'il perekonomian nasional. Namun, perlu diwaspadai dimana regulasi yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan ekonomi baik lokal maupun nasional. Jangan sampai Indonesia dikenal dengan negeri "Investasi berbiaya tinggi."
¤
Banyak perda dibuat dengan tujuan jangka pendek yakni, untuk menambah pendapatan asli daerah. Namun, perda-perda ini akan menyebabkan pelaku dunia usaha enggan masuk ataupun yang sudah terlanjur berinvestasi malah bisa hengkang. Seperti pada contoh, kewajiban pelaku bisnis memenuhi hak-hak buruh yang berubah-ubah setiap tahun. Ini menyebabkan kalkulasi dunia usaha begitu fluktuatif dan tidak lagi nyaman untuk mengembangkan modal. Salah-salah modal habis namun, usaha belum tampak hasilnya.
¤
Ekonomi hanyalah salah satu dari berbagai dimensi yang harus dikaji pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendagri. Sama pentingnya dalam mempertimbangkan Perda bermasalah adalah adanya perimbangan kekuasaan pusat dan daerah. Ketiadaan koordinasi dan kurangnya sinergi ini menjadi penghambat utama efisiensi dan efektifitas pembangunan. Energi bangsa terkuras habis hanya fokus pada review, review dan review aturan lagi dari atas ke bawah juga, dari bawah ke atas.
¤
Lebih jauh, perda-perda yang dimaksudkan untuk memperkuat posisi daerah bisa menggerogoti wibawa kebijakan pusat. Apabila tidak diletakkan semestinya, perda-perda ini akan mendorong terjadinya deviasi dalam bentuk negara kesatuan Republik Indonesia. Secara tidak langsung menampakan kecondongan ke arah federalisme. Atau, bisa timbul kesan adanya negara dalam negara.
¤
Hal yang menjadi ganjalan penghapusan segera adalah, perda-perda bermasalah itu banyak yang berisikan perimbangan kekuasaan, inovasi, inisiatif dan memuat perjuangan kepentingan daerah. Mau tidak mau, perlu kiranya disikapi dengan bijak dan arif oleh pusat. Bagaimanapun, perda dibuat oleh Kepala Daerah bersama DPRD setempat. Dengan kata lain, perda adalah manifestasi mandat rakyat (pemilihan langsung) atau, perda bisa dianggap sebagai manifestasi demokrasi langsung yang terjadi di level daerah.
¤
Namun, bila pusat secara tergesa-gesa main hapus perda-perda yang bermasalah tanpa terlebih dahulu urun rembug dengan mendengar berbagai stakeholder pemangku kepentingan, dikhawatirkan akan memicu terjadinya setralisasi kekuasaan kembali sebagaimana regim-regim di masa lampau. Meski harus menghapus perda-perda bermasalah, pusat harus tetap bijak dengan mengedepankan semangat desentralisasi yang jauh dari kesan otoriter.
¤
Agar tidak berlarut-larut dikemudian hari menghabiskan energi bangsa, Arteria Dahlan mewakili Kemendagri RI dalam diskusi menyarankan, "Sebaiknya setiap perda yang akan dibuat, baik Gubernur ataupun DPRD sama-sama memperhatikan betul perundang-undangan diatasnya yang menjadi dasar turunan hukum. Perda adalah bentuk kesatuan hukum kebijakan pusat yang diadopsi dan diturunkan agar cocok dengan kepentingan juga kearifan lokal masing-masing daerah. Perda seyogyanya mencerminkan Indonesia yang satu, kuat dan bijak."
¤
Literatur :
1• Gautama Adi Kusuma, MPA, Ph.D
Research Analyst
Hendropriyono Strategic Consulting
2• Robert Endi Jaweng
Direktur Eksekutif
KPPOD Jakarta
¤
Nara Sumber Diskusi FAA LPPMI |
¤
Banyak Peraturan-peraturan daerah dirasakan bermasalah oleh berbagai pihak pemangku kepentingan. Baik, pelaku dunia usaha, masyarakat, maupun pemerintah pusat. Tak jarang, kepentingan daerah bertabrakan dengan kebijakan pemerintah pusat. Dalam hal ini, Presiden meminta agar Kemendagri secara arif menghapuskan sekitar 3.000 peraturan daerah (perda) bermasalah pada akhir Juli 2016 ini. Setidaknya, 1.000 perda yang jauh berbeda dengan kebijakan pusat direncanakan bisa dihapuskan setiap bulannya.
¤
Pertumbuhan ekonomi memerlukan kejelasan aturan untuk bisa berjalan. Kepastian dan perlindungan usaha memberikan kontribusi sehatnya kondisi ri'il perekonomian nasional. Namun, perlu diwaspadai dimana regulasi yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan ekonomi baik lokal maupun nasional. Jangan sampai Indonesia dikenal dengan negeri "Investasi berbiaya tinggi."
¤
Banyak perda dibuat dengan tujuan jangka pendek yakni, untuk menambah pendapatan asli daerah. Namun, perda-perda ini akan menyebabkan pelaku dunia usaha enggan masuk ataupun yang sudah terlanjur berinvestasi malah bisa hengkang. Seperti pada contoh, kewajiban pelaku bisnis memenuhi hak-hak buruh yang berubah-ubah setiap tahun. Ini menyebabkan kalkulasi dunia usaha begitu fluktuatif dan tidak lagi nyaman untuk mengembangkan modal. Salah-salah modal habis namun, usaha belum tampak hasilnya.
¤
Awak Media memadati ruang diskusi |
¤
Lebih jauh, perda-perda yang dimaksudkan untuk memperkuat posisi daerah bisa menggerogoti wibawa kebijakan pusat. Apabila tidak diletakkan semestinya, perda-perda ini akan mendorong terjadinya deviasi dalam bentuk negara kesatuan Republik Indonesia. Secara tidak langsung menampakan kecondongan ke arah federalisme. Atau, bisa timbul kesan adanya negara dalam negara.
¤
Sesi dialog dan tanya jawab, Narasumber berkosentrasi |
¤
Namun, bila pusat secara tergesa-gesa main hapus perda-perda yang bermasalah tanpa terlebih dahulu urun rembug dengan mendengar berbagai stakeholder pemangku kepentingan, dikhawatirkan akan memicu terjadinya setralisasi kekuasaan kembali sebagaimana regim-regim di masa lampau. Meski harus menghapus perda-perda bermasalah, pusat harus tetap bijak dengan mengedepankan semangat desentralisasi yang jauh dari kesan otoriter.
¤
Diskusi betul-betul dipadati awak media hingga luber diluar ruangpun penuh |
¤
Literatur :
1• Gautama Adi Kusuma, MPA, Ph.D
Research Analyst
Hendropriyono Strategic Consulting
2• Robert Endi Jaweng
Direktur Eksekutif
KPPOD Jakarta
¤